Jumat, 03 Juni 2016
Badan Pemeriksa KeUangan (BPK)
jakarta 2 juni 2016 Gedung Nusantara RI Badan pemeriksa keuangan Republik Indonesia (BPK RI)telah memberikan opini wajar Dengan pengecualian (WDP/gualifed)atas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP)tahun 2015-2014 hasil pemeriksaan BPK RI memuat 14 permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian internal (SPI)dan 8 temuan kepatuhan terhadap peraturan perundang-Undangan.tahun 2015 ini merupakan pertama penerapan standar akuntansi pemerintah(SAP) berbasis akrual dalam pelaporan keuangan pemerintah ,diharapkan dengan penerapan SAP berbasis akrual ini laporan keuangan pemerintah lebih akuntabel dan transparan menyajikan informasi mengenai pertanggung jawaban pengelolaan keuangan negara guna mendukung pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.diungkapkan ketua BPK RI Harry Azhar .penyerahan laporan hasil pemeriksaan(LHP)LKP tahun 2015 kepada pimpinan DPR RI dalam sidang paripurna di gedung DPR RI.6 enam permasalahan yang mempengaruhi opini LKPP diantaranya 1,ketidakpastian nilai penyertaan modal negara pada PT PLN(persero) 2,pemerintah menetapkan harga jual eceran minyak solar bersubsidi lebih tinggi dari harga Dasar termasuk pajak dikurangi subsidi tetap sehingga membebani konsumen dan menguntukan badan usaha sebpermaesar RP 3,19 triliun. 3, piutang bukan pajak pada kejaksaan RI sebesar RP 1,82 triliun dari uang pengganti perkara tindak pidana korupsi,dan pada kementerian Energi dan sumber daya mineral sebesar RP 33,94 miliar dan USD 206 ,87 juta dari iuran tetap royalti.4,persediaan pada kementerian pertanahan sebrsar RP 2,49 triliun.BPK tidak dapat menyakini kewajaran trasaksi atau saldo Angaran lebih.koreksi langsung mengurangi ekuitas sebesar RP 96,53 triliun.dan transaksi antar entitas sebesar RP 53,34 triliun tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.ha sil pemeriksaan BPK atas LKPP tahun 2015 juga mengungkapkan beberapa permasalahan signifikan yaitu,1,permasalahan penata usahaan pajak diantaraan piutang pajak macet sebesar RP38,22 triliun.belum dilakukan tindakan penagihan yang memadai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar